Lewat Kolaborasi Upstreet–Bakudava, Malam Minggu di Palopo Kembali Bernapas

Tampak depan Kafe Upstret di Palopo. (FT: Dok. Sentrum)

SENTRUMnews.com, PALOPO — Panggung Kafe Upstreet di Jalan Moh. Hasyim Tompotikka kembali hidup. Bakudava membuka setlist pukul 21.00 Wita, Sabtu (8/11/2025), memanggil ratusan anak muda untuk merayakan malam minggu lewat musik dan ruang yang terasa hangat.

Lampu temaram, meja penuh, dan alunan modern bernuansa lokal mencairkan suasana. Upstret berubah jadi titik temu energi kreatif, tempat anak muda melepas penat dan saling terkoneksi.

Kolaborasi Upstreet–Band Bakudava kini menjadi penanda denyut baru Palopo. Lebih dari hiburan, ini ruang pulang sejenak—tempat generasi muda berkumpul, berekspresi, dan merasa kembali “bernapas” di ruang yang mereka rasa milik sendiri.

“Upstreet memang jadi pilihan melepas penat,” kata Hasbudi, pengunjung asal Luwu Utara, menyuarakan sentimen mayoritas malam itu. Bagi banyak anak muda Palopo, Upstret bukan sekadar kafe, ia adalah ruang ekspresi.

Namun atmosfer meriah itu selalu diikuti bayangan masa lalu. Tiga pekan sebelum kolaborasi tersebut, pada 18 Oktober 2025, Upstreet pernah menjadi lokasi dugaan pengeroyokan yang melibatkan oknum Brimob, dengan dua pemuda—Muh. Sukran Marjun (24) dan Muh. Kautzar (20)—sebagai korban. Kasus itu kini ditangani Provos Sat Brimob.

Meski kasus tersebut bukan bermula dari aktivitas panggung atau pengelola kafe, stigma sempat melekat lama. Pekan demi pekan, Upstreet berupaya menata ulang ritme—hingga kolaborasi bersama Band Bakudava menjadi penanda bahwa ruang hiburan itu masih berdiri, aman dikunjungi, dan diminati.

Menjelang pukul 23.25 Wita, sebuah mobil polisi parkir di depan kafe. Musik yang semula upbeat perlahan berubah melow. Pukul 23.50, panggung hening. Sebagian pengunjung memilih bergeser, sebagian lain tetap duduk, mengamati perubahan suasana.

Tanpa ada keributan, tanpa pembubaran, malam itu meredup lebih cepat dari biasanya. “Upstreet itu tempat kumpul, bukan tempat masalah,” ujar seorang pengunjung, menandai upaya publik memisahkan antara peristiwa masa lalu dan realitas kini.

Hingga berita ini ditulis, Kapolres Palopo lewat Kasi Humas Kompol Supriadi belum memberikan tanggapan atas kedatangan aparat malam itu.

klasifikasi Manajemen Kafe Upstreet
Menanggapi hal tersebut, Owner Upstreet, Deddy Irawan, menolak tegas sejumlah tudingan yang sempat berkembang.

“Kami tidak memfasilitasi alkohol, itu bukan produk kami. Saya dirugikan kalau narasi itu terus dipakai,” kata Deddy kepada Sentrum, Minggu (9/11/2025).

Ia menegaskan usaha yang dibangunnya sejak 2014—sebelum pindah ke Jalan Moh. Hasyim Tompotikka pada 2019—justru menjadi pelopor tumbuhnya ekosistem kafe di dua lorong (Jalan Moh. Hasyim dan Jalan Anggrek).

“Dulu sunyi, sekarang banyak kafe dan warkop tumbuh di sini. Kami pelopor, bukan pemicu masalah,” katanya.

Soal isu jam operasional, Deddy menepis tuduhan bahwa kafenya buka hingga pukul 02.00 dini hari. “Jam 23.55 kami sudah beri kode ke band: sisa satu lagu. Kami taat aturan,” ujarnya.

Ia juga menyatakan bahwa perizinan usaha sudah lengkap, ditunjukkan langsung saat RDP di DPRD Palopo beberapa Waktu lalu, dan kewajiban pajak rutin disetor.

Bakudava Menegaskan: Panggung Kami Tertib Waktu
Manajer Band Bakudava, Anto, memperkuat pernyataan Deddy. Ia menegaskan bahwa sang band tidak pernah tampil melewati pukul 00.00 Wita saat manggung di Upstret.

“Tidak benar sampai jam 02.00. Kami selalu off sebelum 12 malam,” ujar Anto. Bakudava sendiri kini menjelma magnet generasi muda.

Manajemen Upstreet mencatat, 30 perrsen pengunjung setiap Sabtu malam berasal dari luar Palopo—Sorowako (Luwu Timur, Masamba (Luwu Utara), hingga Bua (Luwu) yang datang khusus untuk menikmati malam di Upstret.

Narasi tentang Upstret dalam beberapa minggu terakhir menunjukkan satu hal: ruang kreatif sering lebih cepat dihakimi daripada dipahami.

Kasus pengeroyokan yang melibatkan oknum aparat sempat menyeret identitas tempat, walau peristiwanya tak berakar pada panggung atau operasi usaha.

Deddy berharap keseimbangan antara keamanan dan iklim usaha tetap dijaga. “Kami tertib pajak. Dua bulan telat saja surat teguran dari pemkot panjangnya kayak surat kabar. Tapi kalau soal dukungan ekosistem usaha, kami juga butuh itu,” katanya.

Di Palopo, musik malam minggu bukan sekadar hiburan. Ia adalah denyut kota. Upstret dan Bakudava menegaskan bahwa ruang kreatif lokal masih hidup—bukan untuk ditakuti, tetapi diatur dan didukung.

Malam 8 November mungkin sempat meredup lebih dini, tetapi kolaborasi itu menandai sesuatu yang lebih panjang: kota ini butuh panggung, bukan pengadilan jalanan.

(Sn/Jn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini

Klik untuk Baca: