Pria Berjubah Bakar Tiga Masjid di Sulsel, Bawa Keyakinan Perempuan Tak Boleh Salat di Masjid

RD, pelaku pembakaran tiga masjid, saat konferensi pers di Polres Maros, Rabu (1/10/2025). (FT: Dok Polres)

SENTRUMnews.com, MAROS – Seorang pria berinisial RD (41), mengenakan mukena dan jubah putih, tampak tenang saat digiring ke hadapan wartawan dalam konferensi pers di Polres Maros, Rabu (1/10/2025).

Tangan terborgol, tubuh dibalut baju tahanan oranye. Namun di balik ketenangan itu, polisi mengungkap sosok RD sebagai pelaku pembakaran tiga masjid di Sulawesi Selatan, termasuk di Makassar dan Pangkep.

RD ditangkap pada Selasa (30/9), menjelang magrib, saat sedang berada di Masjid Al Markaz Al Islami Butta Toa, Maros. Di sana pula, jejak-jejak amarahnya terhadap tempat ibadah mulai terungkap.

Kapolres Maros, AKBP Douglas Mahendrajaya, menegaskan bahwa kepolisian tidak akan mentoleransi tindakan apa pun yang mengancam ketertiban masyarakat, terlebih di tempat ibadah.

“Polres Maros tidak menoleransi setiap tindakan yang mengancam ketertiban masyarakat, apalagi di tempat ibadah. Kami mengimbau seluruh masyarakat untuk tetap tenang dan menyerahkan proses hukum sepenuhnya kepada aparat kepolisian,” ujar Douglas, dikutip Kamis (2/10/2025).

Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Maros, Iptu Ridwan, mengungkap bahwa pelaku berinisial RD telah mengakui melakukan pembakaran di tiga masjid yang tersebar di tiga wilayah berbeda. “Pelaku mengakui pembakaran tiga masjid, salah satunya di Sudiang, Makassar,” kata Iptu Ridwan.

Masjid lainnya berada di wilayah Maros dan Kabupaten Pangkep. Polisi masih mendalami lebih lanjut motif dan riwayat tindakan serupa dari pelaku.

Yang membuat aparat tercengang: motifnya. RD mengaku membakar lemari alat salat di masjid lantaran meyakini perempuan tidak boleh salat di masjid.

Sebuah keyakinan yang tidak hanya keliru, tetapi telah mendorongnya menjadi residivis kasus serupa. Ya, RD bukan pemain baru. Ia pernah dihukum karena melakukan pembakaran dengan dalih yang sama.

“Menurut pelaku, perempuan tidak boleh salat di masjid. Ini pemahaman yang jelas bertentangan dengan prinsip keagamaan di Indonesia,” ujar Ridwan.

Kini publik bertanya: Bagaimana mungkin keyakinan nyeleneh seperti ini bisa terus berkembang dan berujung pada aksi kekerasan? Dan mengapa pelaku, dengan riwayat tindakan yang sama, bisa kembali bebas dan mengulangi perbuatannya?

(**/Jn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini