LMND Sulsel Sebut Kebocoran Pipa HSFO PT Vale sebagai Kejahatan Ekologis

Ketua LMND Sulsel Adri Fadhli (kiri) dan Sekretaris Wilayah Arjuna Swara (kanan). (FT: Dok LMND)

SENTRUMnews.com, MAKASSAR – Kebocoran pipa High Sulphur Fuel Oil (HSFO) milik PT Vale Indonesia Tbk di Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan pekan lalu, makin menuai kecaman keras. Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Sulawesi Selatan menilai insiden tersebut bukan sekadar kecelakaan teknis, melainkan sebuah kejahatan ekologis yang mengancam keselamatan warga sekaligus keberlanjutan lingkungan.

Sekretaris Wilayah LMND Sulsel, Arjuna Swara, menyebut peristiwa yang mencemari lahan seluas 38 hektare itu menunjukkan lemahnya pengawasan lingkungan sekaligus kelalaian perusahaan.

“PT Vale harusnya menjadikan keselamatan lingkungan sebagai prioritas, bukan hanya mengejar keuntungan,” ujar dia, dalam keteranganya Rabu (27/8/2025).

Lima Desa Terdampak
Dampak kebocoran minyak tersebut dirasakan langsung oleh masyarakat di lima desa, yakni Lioka, Asuli, Timampu, Patompi, dan Baruga. Masyarakat setempat khawatir terhadap pencemaran tanah dan air yang mengandung belerang tinggi, serta potensi kerusakan ekosistem yang sulit dipulihkan. Selain itu, perekonomian lokal pun ikut terganggu.

Sementara, Ketua LMND Sulsel, Adri Fadhli, menambahkan bahwa tanggapan PT Vale sejauh ini dinilai tidak memadai. Menurut dia, perusahaan cenderung bersikap defensif dan berupaya menutupi kelalaian dengan menyebutnya sekadar “kecelakaan teknis”. Padahal, publik membutuhkan kepastian hukum dan jaminan perlindungan lingkungan.

“Pasal 98 dan 99 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) jelas mengatur ancaman pidana berat bagi pelaku pencemaran. Direksi, pengurus, hingga pemilik modal harus bertanggung jawab di depan hukum. Tidak ada kompromi,” tegas Adri dalam keterangannya, Rabu (27/8/2025).

LMND juga menyebut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dapat menjerat pelaku kelalaian yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat, bahkan hingga menimbulkan korban jiwa.

Kritik untuk Pemerintah
LMND Sulsel menilai peristiwa ini menjadi tamparan keras bagi pemerintah daerah maupun kementerian terkait. Selama ini, pengawasan terhadap aktivitas industri ekstraktif dinilai masih longgar. Ironisnya, PT Vale yang sebelumnya memperoleh penghargaan Proper Hijau dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) justru kembali tersandung kasus pencemaran.

Situasi ini diperparah dengan maraknya aktivitas pertambangan ilegal di sejumlah daerah di Sulawesi Selatan. Tanpa izin resmi dan tanpa memperhatikan dampak lingkungan, aktivitas penambangan liar semakin menambah beban kerusakan ekologi.

Tuntutan Evaluasi dan Transparansi
LMND mendesak PT Vale melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pencegahan kebocoran dan lebih transparan dalam menangani insiden lingkungan. Mereka menekankan bahwa kepercayaan publik terhadap perusahaan tambang besar hanya bisa dipulihkan jika ada tanggung jawab nyata.

Lebih jauh, LMND juga meminta aparat penegak hukum turun tangan agar kasus ini tidak berhenti pada ranah administratif semata.

“Masyarakat Sulawesi Selatan tidak boleh terus menjadi korban dari kelalaian perusahaan besar. Hukum harus ditegakkan, dan pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya,” ujar Adri.

LMND menegaskan, tanpa tindakan tegas dari pemerintah dan aparat hukum, potensi bencana ekologis serupa hanya tinggal menunggu waktu untuk kembali terjadi.

(**/Jn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini