Runway Bandara Bua Butuh 13 Hektare Lahan, Pembebasan Ditarget Tuntas 2025

Tampak atas Bandara Bua. (FT: Dok. Kemenhub)

SENTRUMnews.com, LUWU — Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan memasukkan proyek perpanjangan runway Bandara Bua, Luwu, ke dalam program strategis 2026–2027 untuk meningkatkan kapasitas layanan penerbangan di kawasan itu.

Bandara yang berada di Desa Tanarigella dan Pabbarassang tersebut diproyeksikan menjadi simpul ekonomi di Luwu Raya dengan memperkuat konektivitas udara dan mengurangi ketergantungan warga pada jalur darat.

Perpanjangan runway memungkinkan pesawat berkapasitas lebih besar mendarat, frekuensi penerbangan meningkat, serta biaya logistik lebih efisien. Pemerintah berharap efeknya turut menggerakkan sektor pariwisata, termasuk arus wisatawan ke Toraja.

Namun di balik rencana besar itu, pengadaan lahan menjadi tantangan utama. Ketua Tim Persiapan Pengadaan Lahan, Ishak Iskandar, menyebut kebutuhan lahan mencapai hampir 13 hektare di Tanarigella dan Pabbarassang. Meski terlihat kecil, prosesnya tetap berpotensi rumit karena menyangkut kepemilikan warga dan nilai tanah.

Ishak mengatakan pihaknya terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan warga agar proses berjalan lancar. “Target kami, pengadaan lahan selesai pada 2025 sehingga pembangunan fisik bisa dimulai sesuai jadwal,” ujarnya di Kantor Gubernur Sulsel, dikutip Rabu (19/11/2025).

Apabila pembebasan lahan sesuai target, pembangunan fisik runway akan dimulai pada 2026 dan rampung pada 2027. Pemprov Sulsel menyebut proyek ini sebagai bagian dari komitmen mempercepat pembangunan dan membuka isolasi wilayah Luwu Raya.

Meski begitu, suara warga pemilik lahan belum terdengar kuat. Dalam banyak proyek infrastruktur, negosiasi harga dan status lahan kerap memicu tarik-menarik yang berpotensi menghambat jadwal konstruksi. Bagi sebagian warga, lahan bukan hanya aset ekonomi, tetapi juga identitas keluarga.

Runway baru diyakini akan membuka arus ekonomi yang lebih maksimal bagi Luwu. Namun persoalan lahan yang kerap berada di luar radar formal bisa menjadi bayang-bayang panjang dalam proses pembangunan.

Jika dapat diselesaikan tanpa konflik, proyek ini bukan hanya menghadirkan infrastruktur baru, tetapi juga memperlihatkan bahwa pembangunan dapat berjalan seiring dengan kepercayaan masyarakat.

(Rs/Jn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini

Klik untuk Baca: