Menakar Ulang Kurikulum Kaderisasi HMI: Dari Tradisi ke Transformasi Kepemimpinan

Muh. Husnul Mubarak. (FT: Dok. Ist)

Penulis: Muh. Husnul Mubarak
Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan BPL HMI Palopo

KADERISASI Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) telah lama menjadi kawah candradimuka pemimpin umat dan bangsa. Sayangnya, di tengah perubahan tatanan sosial dan tuntutan terhadap kepemimpinan yang semakin kompleks, kita tak bisa lagi hanya berpuas diri dengan tradisi-tradisi lama yang pada akhirnya membuat kita sulit untuk beradaptasi di tengah perubahan tatanan sosial.

Mungkin sudah saatnya kita melakukan evaluasi yang independen dan tersistematis dalam kurikulum kaderisasi yang bukan hanya sekadar menjadi bagian administrasi, melainkan mengukur efektivitas output kader terhadap kebutuhan yang akan dihadapi di lapangan.

Kebutuhan kepemimpinan hari ini menuntut dua hal utama. Yang pertama adalah kejujuran dan moral, dan yang kedua adalah keahlian dalam mengenali akar masalah, menganalisis secara efektif, serta merumuskan dan mengimplementasikan solusi. Dalam pendidikan, ini disebut sebagai kompetensi solutif.

Sayangnya, kurikulum kita terkadang secara tidak langsung menciptakan gap antara idealisme yang diajarkan dan kemampuan yang dibutuhkan. Kita melahirkan kader yang fasih berteori tentang Nilai Dasar Perjuangan (NDP), tetapi gagap ketika dihadapkan pada drama dalam dunia pekerjaan—baik itu di pemerintahan maupun di perusahaan. Kita menghasilkan kader yang piawai dalam lobi internal, tetapi minim kompetensi fungsional.

Kurikulum yang efektif harus terfokus pada tiga pilar pengukuran. Yang pertama adalah integritas publik, yang kedua skillyang teratur, dan yang terakhir memiliki rasa bertanggung jawab terhadap organisasi. Mestinya hari ini kita harus berani mengganti metode yang hanya menguji hafalan kognitif menjadi metode yang mengukur kapasitas problem solving dan aksi nyata.

Kelulusan dari jenjang Latihan Kader (LK) tidak seharusnya hanya bergantung pada nilai ujian lisan, melainkan pada demonstrasi kemampuan spesifik, seperti penyelesaian case study atau pelaksanaan proyek sosial yang terukur.

HMI bukan tempat mencetak orator semata. HMI harus menjadi pabrik aset strategis bangsa. Jika evaluasi terhadap kurikulum kita berhasil menutup kesenjangan kompetensi ini, akan dipastikan bahwa setiap kader yang lahir adalah pemimpin yang utuh—teguh integritasnya di hadapan umat, dan tinggi kapasitasnya dalam memecahkan masalah bangsa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini

Klik untuk Baca: