Program Pandu Juara Gerakkan Enam Desa Wujudkan Industri Kakao Tangguh Lewat BUMDesma

Peserta serius ikuti FGD Program Pandu Juara bahas penguatan industri kakao desa di Luwu Timur, Sabtu (1/11/2025). (FT: Dok. Sentrum)

SENTRUMnews.com, LUWU TIMUR — Enam desa di Kabupaten Luwu Timur tengah menyiapkan langkah besar: bukan sekadar menanam kakao, tapi juga memiliki industrinya sendiri. Melalui program Pembangunan Desa Unggul Juara (Pandu Juara), desa-desa ini bersatu lewat Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDesma) untuk membangun industri pengolahan kakao dari hulu ke hilir.

Langkah ini dibahas dalam FGD Program Pandu Juara yang digelar di Warkop Dialog Tomoni, Sabtu (1/11/2025). Enam desa yang terlibat yakni Asana, Burau, dan Batu Putih di Kecamatan Burau; Sumber Alam dan Ujung Baru di Kecamatan Tomoni; serta Kasintuwu di Kecamatan Mangkutana.

Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Luwu Timur, Muchtar, mengatakan pendekatan Pandu Juara berbeda dari program bantuan desa pada umumnya. Dana yang digelontorkan bukan hibah, melainkan investasi desa yang akan menjadi sumber pendapatan jangka panjang.

“Program ini kami rancang secara terintegrasi, mulai dari pengelolaan lahan petani yang ada, produksi biji kakao, hingga pengembangan industrinya,” ujar Muchtar.

Setiap desa akan memperoleh Rp1 miliar dan 50 persen diantaranya untuk memperkuat hilirisasi dan membangun industri pengolahan kakao. Dalam dua hingga empat tahun ke depan, desa-desa tersebut ditargetkan memiliki saham di industri bersama ini.

Muchtar menegaskan, Pandu Juara bukan sekadar pelatihan, melainkan pembangunan ekosistem ekonomi baru di tingkat desa. “Kita mulai dari hilir, karena di sanalah nilai tambah terbesar. Lalu kita kuatkan hulunya: lahan, bibit, dan petani,” ujarnya.

Sementara, Tim Ahli Program Pandu Juara, Afrianto, M.Si., menjelaskan konsep utama program adalah menjadikan desa sebagai pemegang saham pabrik pengolahan biji kakao atau Unit Pengolahan Hasil (UPH).

“Semua desa punya saham industri ini. Kalau ada pendapatan, semuanya dapat bagian yang sama,” jelas Afrianto.

UPH akan menampung hasil panen petani dan mengolahnya menjadi produk bernilai tambah seperti bubuk cokelat, lemak kakao, dan cokelat olahan. Pendapatannya akan masuk ke Pendapatan Asli Desa (PADes) serta memberi efek domino bagi masyarakat.

“Kalau industrinya jalan, harga biji kakao stabil dan petani tidak lagi bergantung pada tengkulak,” tambahnya.

Menurut Afrianto, persoalan klasik petani selama ini adalah ketergantungan pada pasar luar. “Kalau harga kakao turun, mereka rugi. Karena itu kita bangun industrinya di desa agar ada pasar lokal yang menyerap hasil petani,” katanya.

Program ini juga disertai langkah rehabilitasi lahan, peningkatan produktivitas, dan kemitraan dengan lembaga pembiayaan serta sektor swasta. Pemerintah daerah menilai Pandu Juara sebagai model baru ekonomi desa berbasis komoditas unggulan.

Jika berjalan sesuai rencana, Luwu Timur berpotensi menjadi contoh nasional bagaimana desa bisa menjadi pemain utama dalam industri kakao.

“Kalau semua berjalan baik, dari biji hingga cokelat bisa dikelola desa sendiri. Dari Burau hingga Mangkutana, kita ingin cokelat dari desa menjadi cerita manis baru dari Luwu Timur,” tutup Afrianto.

Program Pandu Juara diharapkan menjadi tonggak kemandirian ekonomi desa berbasis kakao. Lewat sinergi enam desa dalam BUMDesma, pemerintah daerah menargetkan lahirnya industri cokelat milik desa yang mampu meningkatkan kesejahteraan petani dan memperkuat posisi mereka di rantai industri kakao.

Tak berhenti di situ, 33 desa lain juga akan menerapkan pola serupa dengan membentuk BUMDesma dan mengembangkan komoditas unggulan yang ditentukan bersama, guna memperluas dampak ekonomi dari gerakan Pandu Juara.

(Sn/Jn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini

Klik untuk Baca: