Setahun Prabowo Berkuasa: Pamer Rp13 Triliun dari Koruptor, Tegaskan Hukum Tak Tajam ke Rakyat Kecil
SENTRUMnews.com, JAKARTA — Setahun masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ditandai dengan langkah simbolik: pengembalian uang negara hasil korupsi senilai Rp13,25 triliun dari perkara ekspor minyak sawit mentah (CPO). Acara di Gedung Utama Kejaksaan Agung, Senin (20/10/2025), menjadi ajang bagi Prabowo menegaskan arah politik hukumnya: keras terhadap koruptor, tapi berbelas kepada rakyat kecil.
Prabowo hadir langsung menyaksikan penyerahan uang pengganti dari Kejaksaan Agung kepada Kementerian Keuangan. Di hadapan jajaran pejabat tinggi negara—mulai dari Jaksa Agung ST Burhanuddin hingga Panglima TNI Jenderal Agus Subianto—ia menyampaikan apresiasi atas kerja keras Kejaksaan dalam memulihkan kerugian negara.
“Saya ucapkan terima kasih kepada semua jajaran, terutama Kejaksaan Agung, yang telah dengan gigih bekerja keras melawan korupsi,” ujar Prabowo dikuti dari laman Setpres.
Presiden menilai penyerahan uang pengganti itu bukan sekadar capaian hukum, tapi juga pesan politik. Keberhasilan Kejaksaan mengembalikan uang negara dari tiga grup korporasi besar—Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group—disebutnya sebagai tonggak “keadilan ekonomi” setelah bertahun-tahun negara dirugikan.
Jaksa Agung ST Burhanuddin melaporkan total kerugian perekonomian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp17 triliun. Dari jumlah itu, Rp13,25 triliun sudah disetorkan ke kas negara, sementara sisanya akan dibayar melalui jaminan aset perusahaan.
Dalam pidatonya, Prabowo mengaitkan angka Rp13 triliun itu dengan potensi pembangunan konkret untuk masyarakat. Ia menyebut dana sebesar itu cukup untuk merenovasi ribuan sekolah atau membangun ratusan kampung nelayan.
“Kalau satu kampung nelayan kita anggarkan Rp22 miliar, maka Rp13 triliun ini bisa membangun 600 kampung,” katanya.
Prabowo menegaskan, pembangunan desa nelayan menjadi prioritas pemerintah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Pemerintah menargetkan pembangunan 1.100 desa nelayan hingga akhir 2026 dengan fasilitas modern yang selama ini tidak pernah tersentuh negara.
Di hadapan aparat penegak hukum, Prabowo juga menitip pesan agar semangat pemberantasan korupsi tak berubah menjadi alat ketidakadilan. Ia menolak hukum yang tumpul ke atas tapi tajam ke bawah.
“Penegak hukum harus punya hati. Jangan tumpul ke atas, tajam ke bawah. Itu zalim, itu jahat. Orang kecil harus dibela,” ucapnya tegas.
Prabowo turut menyinggung praktik kejahatan ekonomi lain seperti tambang ilegal dan penyelundupan timah yang disebutnya merugikan negara hingga Rp40 triliun per tahun selama dua dekade. Menurutnya, praktik seperti under invoicing dan over invoicing adalah bentuk “penipuan terhadap bangsa sendiri”.
“Harta yang didapat dengan mengorbankan rakyat adalah harta haram,” katanya. “Rezeki yang tidak baik ujungnya akan membawa ketidakbaikan bagi siapapun dan keluarganya.”
Prabowo menilai momentum pengembalian uang negara itu sejalan dengan semangat tahun pertama pemerintahannya: membangun kedaulatan ekonomi dan menegakkan hukum dengan nurani.
“Bangsa Indonesia sangat kaya. Kalau kita kelola dengan baik, Indonesia akan cepat bangkit,” ujarnya.
Penyerahan uang pengganti itu dinilai menjadi simbol dua sisi kepemimpinan Prabowo: tegas terhadap perampok negara, namun berpihak pada rakyat kecil.
(St/Sn)
Tinggalkan Balasan