Tim Kementan Kawal Ganti Rugi dari PT Vale, Wamentan: 30 Hektare Sawah Gagal Panen

SENTRUMnews.com, JAKARTA – Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menegaskan PT Vale Indonesia Tbk harus bertanggung jawab atas kerusakan lahan pertanian akibat kebocoran pipa minyak di Towuti, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Ia menekankan pentingnya pemberian kompensasi bagi petani yang lahannya terdampak.

Dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR, Selasa (16/9/2025), Sudaryono menyebut sedikitnya 30 hektare sawah mengalami gagal panen. Kerusakan tersebut dinilai berdampak serius terhadap penghidupan petani lokal.

Pemerintah telah melakukan langkah awal penanggulangan dengan mengisolasi area terdampak. Verifikasi kerugian juga akan dilakukan untuk memastikan petani menerima haknya secara adil.

“Terkait kebocoran pipa minyak PT Vale, kami sampaikan bahwa 30 hektare sawah terdampak dan gagal panen. Penanggulangannya sudah dilakukan melalui isolasi area terdampak,” ujar Sudaryono, dikutip dari Beritasatu, Rabu (17/9/2025).

Ia menegaskan, PT Vale menyatakan kesiapannya memberikan kompensasi kepada petani terdampak. Kementerian Pertanian juga akan turun langsung ke lapangan untuk memverifikasi tingkat kerugian.

“Bentuk pertanggungjawabannya adalah kompensasi kepada petani oleh perusahaan. Tim dari Kementerian Pertanian juga akan turun ke lapangan untuk verifikasi kerugian,” lanjutnya.

Namun, pernyataan pemerintah pusat ini belum sepenuhnya selaras dengan kondisi di lapangan.

Sebelumnya, dalam rapat koordinasi yang digelar Kamis (28/8/2025) di Kantor Camat Towuti, Bupati Luwu Timur, Irwan Bachri Syam, memaparkan dampak lebih luas dari kebocoran ini. Sebanyak lima desa terdampak, yakni Lioka, Baruga, Langkia Raya, Matompi, dan Timampu, dengan total 82 hektare lahan warga rusak.

“Per hari ini, dampak kebocoran tidak hanya dirasakan oleh satu desa, tetapi kurang lebih lima desa, yaitu Lioka, Baruga, Langkia Raya, Matompi, dan Timampu, dengan luas lahan terdampak mencapai 82 hektar,”ungkap Irwan dalam rapat tersebut.

Meskipun PT Vale menyatakan bertanggung jawab, mekanisme ganti rugi masih belum jelas, sehingga memicu kekhawatiran di kalangan petani yang menggantungkan hidup dari hasil pertanian.

Sebagai bagian dari penanganan darurat, Direktur Utama MIND ID, Maroef Sjamsoeddin, turut meninjau lokasi terdampak di Desa Lioka pada Senin (8/9/2025).

Terbaru, hasil uji laboratorium yang dirilis Selasa (16/9/2025) oleh Disaster Risk Reduction Center Universitas Indonesia (DRRC UI), bersama DLH Lutim dan PT Global Environment Laboratory, menunjukkan bahwa kualitas air di Danau Towuti masih aman.

“DRRC UI melakukan analisis ilmiah ketat dan observasi lapangan. Temuan menunjukkan air aman, namun kewaspadaan tetap diperlukan. Pemantauan rutin, transparansi data, dan pelibatan masyarakat adalah kunci. DRRC UI akan terus mendampingi agar pengelolaan lingkungan sesuai bukti ilmiah dan harapan publik,” ujar Ketua DRRC UI, Prof. Fatma Lestari dalam keterangannya.

Sampel air sendiri diambil pada 30 Agustus 2025 di Danau Towuti, sekitar 1 km dari muara sungai terdampak di Desa Timampu. Hasil ini memberi sedikit kelegaan, namun tidak menghapus kekhawatiran warga akan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan pertanian.

Di tengah derasnya janji kompensasi dan klaim keamanan lingkungan, yang paling terdampak tetap para petani. Dengan luas lahan terdampak mencapai puluhan hektar dan belum adanya mekanisme ganti rugi yang jelas, mereka kini berada di persimpangan: menanti tindakan nyata, bukan sekadar janji.

Pemerintah pusat dan daerah harus mempercepat langkah koordinasi, tidak hanya untuk pemulihan lingkungan, tetapi juga untuk memastikan keadilan bagi petani yang kehilangan mata pencaharian.

(Gb/Jn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini