Menjembatani Aspirasi Warga Palopo, Bukan Sekadar Agenda Reses Anggota DPRD
SENTRUMnews.com, PALOPO – Delapan anggota DPRD Kota Palopo dari Daerah Pemilihan II (Wara Timur dan Wara Selatan) turun ke pelataran Kantor Kecamatan Wara Selatan. Agenda reses ini merupakan bagian dari masa persidangan III tahun sidang 2024–2025 yang dilakukan beberapa Waktu lalu.
Namun, lebih dari sekadar formalitas tahunan, pertemuan ini membuka kembali pembicaraan klasik soal komunikasi politik yang seharusnya tidak dibatasi ruang dan waktu.
“Bapak ibu tidak perlu menunggu kami reses, jika ada aspirasi silakan segera sampaikan ke kami, bisa lewat telepon,” ujar Umar, legislator Partai NasDem yang juga anggota Badan Anggaran DPRD Palopo dikutip, Minggu (20/07/2025).
Pernyataan Umar, meski terdengar sederhana, memuat pertanyaan lama: apakah mekanisme demokrasi perwakilan masih terlalu birokratis untuk warga biasa? Ataukah politisi kita mulai menyadari bahwa kanal aspirasi mestinya selalu terbuka?
Dalam forum itu, aspirasi yang muncul tidak jauh dari permasalahan mendasar perkotaan: penerangan jalan umum yang minim dan penanganan sampah yang tidak merata. Dua isu yang kerap menjadi indikator paling kasat mata tentang seberapa hadirnya negara dalam kehidupan sehari-hari.
“Kita sudah bantu fasilitasi penerangan di beberapa titik. Masalah sampah juga terus kita komunikasikan agar ada solusi konkret,” lanjut Umar.
Namun, titik tekan utama dalam reses ini datang dari isu kesehatan. Umar menyoroti pentingnya pembangunan Pusat Kesehatan Terpadu (Pustu) di Kelurahan Binturu, Wara Selatan—wilayah yang disebutnya masih kekurangan akses layanan dasar.
“Dengan adanya Pustu, masyarakat bisa lebih cepat mendapatkan layanan seperti pemeriksaan rutin, imunisasi, hingga penanganan pertama,” katanya. Layanan ini akan sangat penting khususnya bagi kelompok rentan: lansia, ibu hamil, dan anak-anak.
Usulan pembangunan Pustu bukanlah hal baru. Namun, dalam dinamika politik anggaran daerah, wacana semacam ini kerap terjebak dalam tarik-ulur alokasi dan prioritas. Maka pertanyaannya: apakah DPRD bisa mendorong agar aspirasi ini masuk dalam kerangka kebijakan konkret, bukan sekadar catatan hasil reses?
Delapan anggota dewan hadir dalam reses ini: Harisal, Irfan Nawir, Umar, Bastam, Siliwadi, Andi Muh Tazar, Nureny, dan Cendrana. Mereka membawa mandat sebagai wakil rakyat, tetapi rakyat menunggu lebih dari sekadar kehadiran: mereka menanti tindakan nyata.
Dalam konteks itu, reses bukanlah momen tunggal untuk menyerap aspirasi, melainkan bagian dari rantai akuntabilitas yang harus terus hidup di antara warga dan wakilnya. Dan seperti yang Umar bilang, demokrasi lokal tidak seharusnya menunggu acara resmi untuk mendengar suara rakyat. (*)
Tinggalkan Balasan