Meniru Banyumas, Luwu Timur Membangun Harapan dari Tumpukan Sampah
SENTRUMnews.com, LUWU TIMUR – Pemerintah Kabupaten Luwu Timur tengah berbenah. Di bawah kepemimpinan Bupati H. Irwan Bachri Syam atau Ibas, mencoba mengatasi persoalan lama yang kerap luput dari prioritas terkait pengelolaan sampah.
Meski di hari libur, Ibas memimpin langsung Rapat Koordinasi (Rakor) Pengelolaan Sampah di Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) Desa Baruga, Kecamatan Towuti Minggu, 20 Juli 2025.
Langkah ini bukan sekadar seremonial. Ini adalah kelanjutan dari studi tiru yang dilakukan bersama PT Vale Indonesia ke tiga wilayah yang dinilai berhasil mengelola sampah yaitu Yogyakarta, Bandung, dan terutama Kabupaten Banyumas.
“Kami belajar banyak, terutama dari Banyumas yang menjadi contoh pengelolaan sampah terbaik di Asia Tenggara, Pola mereka akan kita adopsi secara utuh,” kata Irwan.
Pernyataan itu menjadi penting. Banyumas dikenal sebagai kabupaten yang berhasil mengembangkan sistem desentralisasi pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Mereka mengubah paradigma: dari membuang menjadi mengelola, dari beban menjadi peluang ekonomi.
TPS3R Baruga dipilih sebagai lokasi Rakor karena tempat ini akan dijadikan proyek percontohan pengelolaan sampah di Luwu Timur. Skemanya akan menangani sampah dari tiga kecamatan: Towuti, Wasuponda, dan Nuha. TPA lama sudah tidak sanggup menampung. TPS3R menjadi titik tolak pembaruan.
Irwan bahkan mengusulkan agar fasilitas Refuse-Derived Fuel (RDF)—yang semula direncanakan dibangun di Angkona—dipindahkan ke Baruga. Alasannya: lebih strategis, lebih representatif.
Dalam waktu dekat, fasilitas penunjang akan tiba. Pelatihan bagi pengelola lokal pun direncanakan. Pelatihnya, kata Irwan, akan didatangkan langsung dari Banyumas.
“Kami ingin pendekatan edukasi menjadi pondasi kuat,” tegasnya.
Langkah ini mendapat dukungan penuh dari PT Vale Indonesia. Direktur External Relations, Endra Kusuma, menyatakan komitmen perusahaan untuk mendukung dari sisi pelatihan hingga penyediaan sarana.
“Kami juga akan lakukan assessment untuk memastikan program berjalan efektif,” katanya.
Namun, seperti banyak proyek ambisius lainnya, tantangan utama bukan pada pembangunan fisiknya, melainkan konsistensi politik dan sosial untuk memastikan program ini bertahan lebih dari sekadar masa jabatan. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat bukan hal instan. Ia butuh kultur baru, bukan sekadar infrastruktur baru.
Rakor itu dihadiri Wakil Bupati Hj. Puspawati Husler, anggota DPRD, para camat, kepala desa, dan OPD. Kehadiran mereka penting, tetapi jauh lebih penting adalah keterlibatan mereka setelah rapat usai—di lapangan, di pemukiman, di komunitas.
Bupati Ibas tampaknya paham bahwa jalan panjang di depan tak bisa dilalui sendiri. Maka, langkah kolaboratif ini menjadi harapan.
Bahwa sampah tak lagi dilihat sebagai sisa, melainkan sumber. Bahwa Luwu Timur bisa belajar dari Banyumas, dan pada akhirnya, menciptakan model sendiri yang berpijak pada kearifan lokal dan partisipasi warga. (*)
Tinggalkan Balasan