Kaesang Pangarep, Anak Bungsu Bekas Presiden Jokowi Kembali Pimpin PSI
SENTRUMnews.com, Surakarta – Dunia politik Indonesia kembali digemparkan oleh kabar kembalinya Kaesang Pangarep, anak bungsu bekas Presiden Joko Widodo, sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Pengumuman resmi dilakukan dalam forum kongres PSI, Sabtu, (19/07/25). Diketahui PSI bertrasformasi menjadi Partai Super Tbk dan juga berganti logo, dari bunga mawar menjadi gajah dengan paduan warna merah, putih serta hitam.
Langkah ini memicu tanda tanya besar: apa motivasi Kaesang kembali ke panggung politik, dan apakah kehadirannya cukup untuk menghidupkan kembali asa PSI setelah gagal menembus parlemen di Pemilu 2024?
Kembali Demi Perubahan atau Sekedar Rebranding?
PSI pernah mencuri perhatian publik saat Kaesang pertama kali diangkat sebagai ketua umum pada 2023. Kala itu, kehadiran Kaesang dianggap sebagai upaya radikal PSI untuk menjangkau pemilih muda melalui figur yang segar, populer, dan melek media sosial. Namun euforia itu tak cukup mengantar PSI ke Senayan.
Kini, dengan nama Jokowi tak lagi menjabat sebagai presiden, kembalinya Kaesang menjadi menarik. Apakah ini sinyal bahwa PSI tetap bertaruh pada kekuatan personal branding dan nama besar keluarga Jokowi? Atau justru pertanda bahwa partai ini masih melihat masa depan dalam politik anak muda?
Kaesang menyebut bahwa ia Kembali memimpin PSI bukan sekedar gaya-gayan. Namun karena tanggung jawab moral anak muda di dunia politik.
“Saya kembali bukan untuk gaya-gayaan, tapi karena ada tanggung jawab moral terhadap perjuangan anak muda Indonesia,” kata kaesang dalam pidatonya.

Dinasti Politik atau Regenerasi?
Tak bisa dipungkiri, kembalinya Kaesang turut memperkuat narasi tentang menguatnya politik dinasti di Indonesia. Setelah Gibran Rakabuming Raka menjadi Wakil Presiden dan Bobby Nasution menjabat sebagai kepala daerah, kini Kaesang kembali memimpin partai politik.
Sebagian publik menyambut positif langkah ini, menilai bahwa keluarga Jokowi memang punya jejak kerja nyata. Namun tidak sedikit pula yang melihatnya dengan kacamata kritis.
“Ini gejala klasik: politik berbasis figur, bukan ideologi. Tapi memang itulah realita politik kita saat ini,” ujar analis politik dari CSIS, Rendra Permana.
Jalan Terjal di Depan?
Kepemimpinan Kaesang tak akan mudah. PSI kini berada di titik nadir—tanpa kursi di DPR dan menghadapi keraguan publik. Tantangannya bukan hanya soal membesarkan partai, tapi juga membuktikan bahwa dirinya layak dilihat bukan semata sebagai “anak bekas presiden”.
Meski begitu, ada satu keunggulan yang sulit dibantah, Kaesang mengerti cara bicara kepada generasi muda. Dengan gaya komunikasinya yang santai, humoris, dan tajam di media sosial, ia berpotensi menghidupkan kembali citra PSI sebagai partai anak muda.
Misi Membenahi PSI Pasca Pemilu
Setelah gagal melenggang ke DPR pada Pemilu 2024, PSI mengalami penurunan pamor dan mulai kehilangan arah. Kembalinya Kaesang dipandang sebagai upaya menyuntik ulang energi dan arah baru.
Ia digadang-gadang akan mengusung strategi yang lebih digital, populis, dan dekat dengan isu-isu anak muda seperti pendidikan, lingkungan, dan ekonomi kreatif.
“PSI butuh rebranding. Dan Kaesang adalah wajah yang pas untuk itu,” ujar analis politik muda dari LSI, Rizal Maulana.
Namun, tantangan besar menanti. Kaesang harus membuktikan bahwa kepemimpinannya bukan sekadar karisma dan nama besar. Ia perlu membangun struktur, memperluas basis massa, dan menghadirkan narasi politik yang tajam dan relevan.
Menuju Pilkada dan 2029?
Kembalinya Kaesang juga menimbulkan spekulasi soal langkah politik berikutnya. Apakah ini hanya awal dari rencana jangka panjang? Tidak sedikit yang menduga bahwa PSI bisa menjadi kendaraan politik bagi Kaesang untuk mencalonkan diri dalam kontestasi politik yang lebih tinggi, baik di tingkat lokal maupun nasional.
Untuk saat ini, Kaesang memilih untuk merendah. “Fokus saya adalah membenahi PSI dulu. Ini bukan soal saya, tapi soal partai dan generasi muda Indonesia.”
Namun satu hal jelas: kembalinya Kaesang ke PSI telah menyuntikkan kembali perhatian publik terhadap partai yang sempat disebut “partai influencer”. Entah akan membawa perubahan nyata atau hanya sensasi sesaat, waktu yang akan menjawab. (*)
Tinggalkan Balasan