MK Sebut Kesalahan KPU-Bawaslu Palopo Tak Tepat Dibebankan Kepada Akhmad Syarifuddin

Hakim Konstitusi, Saldi Isra mengkonfirmasi kepada Akhmad Syarifuddin saat sidang pembuktian lanjutan. (FT: Ist)

SENTRUMnews.com, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan permohonan Pemohon Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Wali Kota Palopo dalam Perkara Nomor 326/PHPU.WAKO-XXIII/2025  tidak dapat diterima.

Menurut Mahkamah, Calon Wakil Wali Kota Akhmad Syarifuddin sudah mengumumkan statusnya sebagai mantan terpidana kepada masyarakat atau pemilih sebelum penetapan pasangan calon (paslon) peserta Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Wali Kota Palopo pasca Putusan MK terhadap PHPU Wali Kota Palopo sebelumnya.

“Kesalahan yang dilakukan oleh Bawaslu dan Termohon, (Komisi Pemilihan Umum Kota Palopo/KPU Provinsi Sulawesi Selatan) tidak tepat jika dibebankan kepada Akhmad Syarifuddin,” kata Hakim Konstitusi, Ridwan Mansyur dalam sidang pengucapan putusan pada Selasa (8/7/2025) di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.

“Akhmad Syarifuddin telah berinisiatif mengumumkan sendiri perihal statusnya sebagai mantan terpidana dalam Harian Palopo Pos pada tanggal 7 Maret 2025 sebelum dilakukan penetapan pasangan calon untuk PSU pada tanggal 23 Maret 2025,” lanjutnya.

Ridwan menjelaskan Mahkamah menemukan fakta hukum bahwa Akhmad Syarifuddin sudah mengumumkan statusnya sebagai mantan terpidana kepada masyarakat atau pemilih sebelum penetapan pasangan calon peserta PSU oleh Termohon dan sebelum adanya temuan dan/atau rekomendasi oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Palopo.

Hal demikian dibuktikan dengan adanya surat keterangan bertanggal 8 Maret 2025 dari direktur Harian Palopo Pos yang menerangkan Akhmad Syarifuddin telah memasang pengumuman di Harian Palopo Pos edisi 7 Maret 2025 mengenai statusnya sebagai mantan terpidana.

Pengumunan status mantan terpidana demikian diulang oleh Akhmad Syarifuddin di harian yang sama edisi 9 April 2025 juga diumumkan melalui akun media sosial Instagram milik yang bersangkutan pada 10 April 2025.

Jika dikaitkan dengan hakikat keharusan bagi mantan terpidana untuk mengumumkan secara luas kepada masyarakat/pemilih bahwa yang bersangkutan adalah mantan terpidana, tidak lain dan tidak bukan adalah agar masyarakat/pemilih mengetahui semua informasi berkenaan dengan calon, termasuk informasi mengenai pernah sebagai terpidana.

Dengan adanya informasi dimaksud, masyarakat/pemilih secara sadar dapat mempertimbangkan untuk memilih atau sebaliknya tidak memilih calon yang menyandang status sebagai pernah terpidana dimaksud.

Dalam kasus ini, setelah Termohon menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu dan Akhmad Syarifuddin memenuhi perintah Termohon dengan melengkapi semua persyaratan sebagai calon yang menyandang status pernah sebagai terpidana termasuk antara lain perintah mengumumkan kepada masyarakat/pemilih dengan rentang waktu yang cukup karena diumumkan sebelum pelaksanaan masa kampanye.

Mahkamah menilai langkah atau tindakan yang dilakukan Termohon dan Akhmad Syarifuddin adalah langkah/tindakan yang dapat memenuhi tujuan pengumuman tersebut kepada masyarakat/pemilih. Bahkan, pengumuman kepada masyarakat/pemilih melalui Harian Palopo Pos dilakukan Akhmad Syarifuddin sebelum penetapan pasangan calon untuk PSU oleh Termohon.

Selain itu, jika ditelusuri ke belakang, Akhmad Syarifuddin telah secara jujur mengemukakan statusnya sebagai mantan terpidana ketika yang bersangkutan mengajukan permohonan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) kepada Polres Palopo.

Dalam hal ini pada saat mengisi formulir permohonan, Akhmad Syarifuddin menyatakan pernah dipidana karena melakukan tindak pidana pemilu. Bahkan SKCK yang diterbitkan Polres Palopo telah mencantumkan norma atau pasal dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang menjadi dasar penjatuhan pidana kepada Akhmad Syarifuddin.

Ridwan melanjutkan, Mahkamah tidak dapat membenarkan rekomendasi Bawaslu karena tidak menentukan secara jelas tindakan apa yang seharusnya dilakukan oleh Termohon. Begitupula dengan Termohon, Mahkamah pun tidak dapat membenarkan tindakan Termohon yang memaknai rekomendasi Bawaslu dengan melengkapi persyaratan calon.

Namun demikian, kesalahan yang dilakukan oleh Bawaslu dan Termohon tidak tepat jika dibebankan kepada Akhmad Syarifuddin.

Akhmad Syarifuddin telah berinisiatif mengumumkan sendiri perihal statusnya sebagai mantan terpidana dalam Harian Palopo Pos pada tanggal 7 Maret 2025 sebelum dilakukan penetapan pasangan calon untuk PSU pada tanggal 23 Maret 2025.

Menurut Mahkamah, tindakan yang dilakukan Akhmad Syarifuddin dapat dimaknai sebagai bentuk corrective action yang dinilai Mahkamah telah dapat memenuhi persyaratan dan makna sebagai calon yang menyandang status sebagai mantan terpidana.

Terlebih, sebagaimana telah Mahkamah pertimbangkan di atas, Akhmad Syarifuddin berinisiatif melakukan corrective action sebelum penetapan paslon. Selain itu, Akhmad Syarifuddin juga melakukan tindakan corrective action berdasarkan perintah Termohon yang dilakukan sebelum dilaksanakan tahap kampanye.

Dengan demikian, tindakan corrective action dimaksud telah cukup untuk memenuhi tujuan adanya persyaratan bagi mantan terpidana akan hakikat mengumumkan kepada masyarakat/pemilih yaitu untuk mempertimbangkan apakah akan memilih atau tidak memilih pasangan calon di mana Akhmad Syarifuddin menjadi wakilnya.

Bahkan apabila dihitung dari ketersediaan waktu sejak inisiatif pengumuman pada 7 Maret 2025 dan pengumuman berdasarkan perintah Termohon tanggal 9-10 April 2025, menurut Mahkamah, masih merupakan waktu yang cukup bagi masyarakat/pemilih untuk menilai kelayakan Akhmad Syarifuddin sebagai calon pada Pasangan Calon Nomor Urut 4.

Oleh karena itu, dalil Pemohon mengenai Akhmad Syarifuddin tidak memenuhi syarat sebagai paslon peserta Pilwalkot dalam PSU Tahun 2025 karena tidak jujur mengumumkan statusnya sebagai mantan terpidana, menurut Mahkamah, adalah dalil yang tidak beralasan menurut hukum.

Selain itu, Mahkamah meyakini Calon Wali Kota Palopo Naili yang menjadi pasangan bersama Akhmad Syarifuddin telah memenuhi persyaratan yang ditentukan Pasal 7 ayat (2) huruf m UU 10/2016 karena calon telah terbukti secara sah dan meyakinkan memiliki NPWP dan memiliki laporan pajak pribadi setidaknya dalam lima tahun terakhir.

Sementara terhadap Termohon yang menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu dengan memberi waktu bagi Pihak Terkait untuk memperbaiki kesalahannya dan menyampaikan tanda terima penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2024 bertanggal 6 Maret 2025. Padahal pemenuhan dokumen dimaksud dilakukan sudah melewati tahapan penetapan pasangan calon.

“Berkenaan dengan dalil tersebut, Mahkamah menilai hal demikian tidak relevan dipertimbangkan karena secara faktual calon wali kota atas nama Naili telah memenuhi persyaratan yang ditentukan Pasal 7 ayat (2) huruf m UU 10/2016 karena calon telah memiliki NPWP dan memiliki laporan pajak pribadi setidaknya dalam lima tahun terakhir,” pungkas Ridwan.

Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan permohonan Pemohon Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Wali Kota Palopo dalam Perkara Nomor 326/PHPU.WAKO-XXIII/2025  tidak dapat diterima. Menurut Mahkamah, Calon Wakil Wali Kota Akhmad Syarifuddin sudah mengumumkan statusnya sebagai mantan terpidana kepada masyarakat atau pemilih sebelum penetapan pasangan calon (paslon) peserta Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Wali Kota Palopo pasca Putusan MK terhadap PHPU Wali Kota Palopo sebelumnya.

“Kesalahan yang dilakukan oleh Bawaslu dan Termohon (Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Palopo/KPU Provinsi Sulawesi Selatan) tidak tepat jika dibebankan kepada Akhmad Syarifuddin. Terlebih Akhmad Syarifuddin telah berinisiatif mengumumkan sendiri perihal statusnya sebagai mantan terpidana dalam Harian Palopo Pos pada tanggal 7 Maret 2025 sebelum dilakukan penetapan pasangan calon untuk PSU pada tanggal 23 Maret 2025,” ucap Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dalam sidang pengucapan putusan pada Selasa (8/7/2025) di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.

Ridwan menjelaskan Mahkamah menemukan fakta hukum bahwa Akhmad Syarifuddin sudah mengumumkan statusnya sebagai mantan terpidana kepada masyarakat atau pemilih sebelum penetapan pasangan calon peserta PSU oleh Termohon dan sebelum adanya temuan dan/atau rekomendasi oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Palopo.

Hal demikian dibuktikan dengan adanya surat keterangan bertanggal 8 Maret 2025 dari direktur Harian Palopo Pos yang menerangkan Akhmad Syarifuddin telah memasang pengumuman di Harian Palopo Pos edisi 7 Maret 2025 mengenai statusnya sebagai mantan terpidana.

Pengumunan status mantan terpidana demikian diulang oleh Akhmad Syarifuddin di harian yang sama edisi 9 April 2025 juga diumumkan melalui akun media sosial Instagram milik yang bersangkutan pada 10 April 2025.

Jika dikaitkan dengan hakikat keharusan bagi mantan terpidana untuk mengumumkan secara luas kepada masyarakat/pemilih bahwa yang bersangkutan adalah mantan terpidana, tidak lain dan tidak bukan adalah agar masyarakat/pemilih mengetahui semua informasi berkenaan dengan calon, termasuk informasi mengenai pernah sebagai terpidana.

Dengan adanya informasi dimaksud, masyarakat/pemilih secara sadar dapat mempertimbangkan untuk memilih atau sebaliknya tidak memilih calon yang menyandang status sebagai pernah terpidana dimaksud.

Dalam kasus ini, setelah Termohon menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu dan Akhmad Syarifuddin memenuhi perintah Termohon dengan melengkapi semua persyaratan sebagai calon yang menyandang status pernah sebagai terpidana termasuk antara lain perintah mengumumkan kepada masyarakat/pemilih dengan rentang waktu yang cukup karena diumumkan sebelum pelaksanaan masa kampanye.

Mahkamah menilai langkah atau tindakan yang dilakukan Termohon dan Akhmad Syarifuddin adalah langkah/tindakan yang dapat memenuhi tujuan pengumuman tersebut kepada masyarakat/pemilih. Bahkan, pengumuman kepada masyarakat/pemilih melalui Harian Palopo Pos dilakukan Akhmad Syarifuddin sebelum penetapan pasangan calon untuk PSU oleh Termohon.

Selain itu, jika ditelusuri ke belakang, Akhmad Syarifuddin telah secara jujur mengemukakan statusnya sebagai mantan terpidana ketika yang bersangkutan mengajukan permohonan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) kepada Polres Palopo.

Dalam hal ini pada saat mengisi formulir permohonan, Akhmad Syarifuddin menyatakan pernah dipidana karena melakukan tindak pidana pemilu. Bahkan SKCK yang diterbitkan Polres Palopo telah mencantumkan norma atau pasal dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang menjadi dasar penjatuhan pidana kepada Akhmad Syarifuddin.

Ridwan melanjutkan, Mahkamah tidak dapat membenarkan rekomendasi Bawaslu karena tidak menentukan secara jelas tindakan apa yang seharusnya dilakukan oleh Termohon. Begitupula dengan Termohon, Mahkamah pun tidak dapat membenarkan tindakan Termohon yang memaknai rekomendasi Bawaslu dengan melengkapi persyaratan calon.

Namun demikian, kesalahan yang dilakukan oleh Bawaslu dan Termohon tidak tepat jika dibebankan kepada Akhmad Syarifuddin.

Akhmad Syarifuddin telah berinisiatif mengumumkan sendiri perihal statusnya sebagai mantan terpidana dalam Harian Palopo Pos pada tanggal 7 Maret 2025 sebelum dilakukan penetapan pasangan calon untuk PSU pada tanggal 23 Maret 2025.

Menurut Mahkamah, tindakan yang dilakukan Akhmad Syarifuddin dapat dimaknai sebagai bentuk corrective action yang dinilai Mahkamah telah dapat memenuhi persyaratan dan makna sebagai calon yang menyandang status sebagai mantan terpidana.

Terlebih, sebagaimana telah Mahkamah pertimbangkan di atas, Akhmad Syarifuddin berinisiatif melakukan corrective action sebelum penetapan paslon. Selain itu, Akhmad Syarifuddin juga melakukan tindakan corrective action berdasarkan perintah Termohon yang dilakukan sebelum dilaksanakan tahap kampanye.

Dengan demikian, tindakan corrective action dimaksud telah cukup untuk memenuhi tujuan adanya persyaratan bagi mantan terpidana akan hakikat mengumumkan kepada masyarakat/pemilih yaitu untuk mempertimbangkan apakah akan memilih atau tidak memilih pasangan calon di mana Akhmad Syarifuddin menjadi wakilnya.

Bahkan apabila dihitung dari ketersediaan waktu sejak inisiatif pengumuman pada 7 Maret 2025.

Selanjutnya, pengumuman berdasarkan perintah Termohon tanggal 9-10 April 2025, menurut Mahkamah, masih merupakan waktu yang cukup bagi masyarakat/pemilih untuk menilai kelayakan Akhmad Syarifuddin sebagai calon pada Pasangan Calon Nomor Urut 4.

Karena itu, dalil Pemohon mengenai Akhmad Syarifuddin tidak memenuhi syarat sebagai paslon peserta Pilwalkot dalam PSU Tahun 2025 karena tidak jujur mengumumkan statusnya sebagai mantan terpidana, menurut Mahkamah, adalah dalil yang tidak beralasan menurut hukum.

Selain itu, Mahkamah meyakini Calon Wali Kota Palopo Naili yang menjadi pasangan bersama Akhmad Syarifuddin telah memenuhi persyaratan yang ditentukan Pasal 7 ayat (2) huruf m UU 10/2016 karena calon telah terbukti secara sah dan meyakinkan memiliki NPWP dan memiliki laporan pajak pribadi setidaknya dalam lima tahun terakhir.

Sementara terhadap Termohon yang menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu dengan memberi waktu bagi Pihak Terkait untuk memperbaiki kesalahannya dan menyampaikan tanda terima penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2024 bertanggal 6 Maret 2025. Padahal pemenuhan dokumen dimaksud dilakukan sudah melewati tahapan penetapan pasangan calon.

“Berkenaan dengan dalil tersebut, Mahkamah menilai hal demikian tidak relevan dipertimbangkan karena secara faktual calon wali kota atas nama Naili telah memenuhi persyaratan yang ditentukan Pasal 7 ayat (2) huruf m UU 10/2016 karena calon telah memiliki NPWP dan memiliki laporan pajak pribadi setidaknya dalam lima tahun terakhir,” pungkas Ridwan. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini